BUJANGSETA dan SITARA, Teknologi Peningkatan Produksi dan Mutu Jeruk
By Abdi Satria
nusakini.com-Banyuwangi-Sampai saat ini, jeruk masih menjadi salah satu komoditas buah prioritas nasional untuk dikembangkan selain pisang, mangga, manggis dan buah lainnya.
"Kementan melalui program pengembangan kawasan, tercatat telah mengembangkan tidak kurang dari 20 ribu hektare kawasan jeruk di daerah sentra produksi utama seluruh Indonesia," ujar Plt. Direktur Buah dan Florikultura, Sri Wijayanti Yusuf saat menghadiri kegiatan Bimbingan Teknologi Budidaya di Kec. Cluring Kab. Banyuwangi beberapa waktu lalu.
"Pengembangan kawasan jeruk ekstensifikasi maupun intensifikasi dibarengi dengan penerapan budidaya sesuai kaidah GAP (Good Agriculture Practices) dan pengendalian OPT secara terpadu dan ramah lingkungan terbukti mampu mendongkrak peningkatan produksi dan mutu jeruk Indonesia," jelas Yanti.
Berdasarkan data BPS, produksi jeruk menunjukkan tren peningkatan. Pada 2012 produksi jeruk keprok/siem tercatat 1,6 juta ton. Pada 2018 mengalami peningkatan sebesar 31.25 persen menjadi 2,1 juta ton.
Dalam rangka peningkatan produksi dan mutu jeruk Kabupaten Banyuwangi, Ditjen Hortikultura melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknologi Budidaya Jeruk di Kabupaten Banyuwangi dengan peserta terdiri dari PPL, POPT dan petugas Dinas Pertanian Pertanian Kabupaten Banyuwangi. Bertindak sebagai narasumber dari Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah - buahan Subtropis (Balitjestro).
Khoiri, Kepala Bidang Produksi Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi menyampaikan bahwa pengembangan jeruk di Kabupaten Banyuwangi lebih dari 12 ribu hektare tersebar di sembilan kecamatan dengan produksi mencapai 381 ton.
"Beberapa permasalahan dalam pengembangan jeruk di Kabupaten Banyuwangi di antaranya seringkali pada panen raya harga menyentuh hingga Rp 3500, sementara BEP usaha tani sebesar Rp 4000. Selain itu lahan semakin sempit untuk pengembangan hortikultura," ujar Khoiri.
Melihat beberapa permasalahan yang dialami petani, Kementerian Pertanian melalui Balitjestro memperkenalkan teknologi BUJANGSETA dan SITARA. BUJANGSETA adalah akronim dari teknologi pembuahan berjenjang sepanjang tahun. Sementara SITARA adalah singkatan dari sistem jarak tanam rapat.
"Penerapan teknologi BUJANGSETA atau teknologi pembuahan berjenjang sepanjang tahun dapat menghasilkan buah berkualitas premium seragam dengan cita rasa sesuai pasar, kulit buah mulus dan harga yang memadai," tambah Sutopo, peneliti jeruk dari Balitjestro.
Lebih lanjut Sutopo menjelaskan bahwa penanaman jeruk dengan jarak tanam rapat atau dikenal dengan nama SITARA merupakan solusi alternatif untuk meningkatkan produktivitas dan mutu buah dengan efisiensi lahan dan biaya produksi.
"Dengan menerapkan teknologi ini, petani dapat menanam jeruk dengan populasi 4 hingga 6 kali lipat dibandingkan penanaman biasa. Biaya produksi dapat ditekan dan pendapatan petani akan meningkat. Untuk menghasilkan hal tersebut penerapan teknologi adalah kuncinya," tambah Sutopo.
Sutopo juga menjelaskan, dalam penerapan teknologi SITARA, manajemen jarak tanam dan pola penanaman sangat penting. Selain itu tanaman harus rajin dipangkas agar terbentuk tanaman yang kerdil untuk memudahkan perawatan dan menghasilkan banyak cabang yang produktif.
"Pemangkasan akar juga perlu dilakukan untuk menjaga efisiensi pemupukan. Selain itu, sistem pengairan juga sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan teknologi SITARA. Sistem irigasi yang paling efisien adalah irigasi baris," paparnya lebih lanjut.
Yanti berharap teknologi ini dapat diterapkan oleh petani lain, tidak hanya di Banyuwangi. Dalam hal ini Ditjen Hortikultura akan bersinergi dengan Balitjestro untuk meningkatkan sosialisasi penerapan kedua teknologi tersebut.
"Ditjen Hortikultura akan bersinergi dengan Balitjestro untuk penerapan teknologi keduanya. Dengan penerapan teknologi tersebut, kami optimis ke depan jeruk Indonesia akan semakin berdaya saing dan impor jeruk dapat ditekan," tutup Yanti.(p/eg)